Rabu, 10 Februari 2010

Bertemu diri

“bertemu diri” bagi seorang salik – pencari kebenaran – ibarat proses wisuda seorang mahasiswa yang telah menyelesaikan kuliahnya. Ali, RA berkata bahwa orang yang bertemu diri (mengenal Allah Ta’ala) adalah titik mula seseorang beragama secara hakiki.

Kegelisahan eksistensial, mewujud dalam luapan pertanyaan tentang hakikat diri, hakikat kehidupan, hakikat yang nyata dan yang semu. Sekali lagi, manusia adalah “terra incognita”, makhluk yang sarat dengan misteri. Ia adalah puncak penciptaan Sang Khalik, demikian tinggi ia diposisikan sebagai khalifah hingga membuat Iblis iri dan mengingkari ketentuan-Nya. Ya, Iblis tak mampu memahami realitas yang disebut manusia, bahkan malaikat pun mempertanyakan esensi kenapa harus diciptakan makhluk bernama manusia (Q 2:30),” ...mereka berkata, “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?...” Kenapa Tuhan menciptakan makhluk yang bernama manusia, yang memiliki sifat multidimensional, ada sifat-sifat malaikat, ada sifat – sifat setan, ada sifat – sifat binatang dan tumbuhan.

Dalam pandangan kaum arif, sebagaimana dituangkan dalam Qur’an 2: 31-32, bahwa iblis dan malaikat mengakui ketidakmampuan dirinya, ..” Kami hanya mengetahui apa yang telah Engkau ajarkan, kami hanya memahami apa yang telah Engkau berikan, ciptaan kami adalah hasil karya-Mu, pengetahuan dan visi kami hanyalah rahmat-Mu, Apa yang telah Engkau tunjukkan kepada kami, kami tahu – apa yang di luar itu – kami tidak tahu...
Adam adalah keseluruhan, yang lainnya adalah bagian. Segala sesuatu dalam bagian dijumpai dalam keseluruhan, tapi bagian tak bisa mencakup keseluruhan. Tak satu bagian pun benar – benar bisa memahami keseluruhan, tapi keseluruhan tahu situasi setiap bagian. Kala keseluruhan mengetahui dirinya sendiri maka semua bagian menjadi objek pengetahuannya. Tapi jika bagian mengetahui dirinya sendiri ia tidak bisa mengetahui lebih dari dirinya sendiri – sekalipun ia mengetahui dirinya sendiri ia tetap tak mengetahui bagian lainnya.

Kemudian realitas apakah seorang anak Adam itu? Barzakh yang serba meliputi, bentuk ciptaan dan Zat yang Mahabenar ada di dalamnya; Transkipsi menyeluruh, memaklumkan Esensi Hakiki dan sifat-sifat suci-Nya; Berhubungan dengan kelembutan – kelembutan dan Ketakterbandingan, berupa realitas – realitas dalam kerajaan; Diri batiniahnya tenggelam dalam samudera Kesatuan, diri lahiriahnya kekeringan di pantai perpisahan. Tak satupun dari sifat – sifat Allah tak termanifestasikan dalam esensi-Nya.
Dia Maha Mengetahui, Maha Mendengar, dan Maha Melihat, Maha Berbicara dan Berkenhendak, Maha Hidup dan Maha Kuasa. Begitu pula dengan realitas – realitas dalam kosmos, masing – masing terejawantah di dalamnya. Entah wilayah – wilayah samawi atau unsur – unsur, mineral – mineral, tumbuh –tumbuhan, atau hewan – hewan. Tertulis di dalamnya bentuk kebaikan dan kejahatan, Bercampur di dalamnya kebiasaan setan dan hewan – hewan tunggangan. Kalaulah dia bukan bukan cermin Wajah Abadi, mengapa para malaikat bersujud di hadapannya? ...Dia adalah refleksi keindahan Kehadiran Suci. Jika iblis tak bisa memahami ini, apa yang menjadi masalah? Semua yang tersembunyi dalam Khazanah Tersembunyi Allah tampakkan dalam diri Adam.
Manusia modern sekarang melalui fase lahir, bertumbuh, belajar berbicara dan berjalan bersekolah dari taman bermain hingga perguruan tinggi, kemudian meniti karir dengan bekerja dengan beragam profesi seperti apa yang telah kita cita-citakan. Bagi sebagian lainnya yang kurang beruntung, mereka tidak mampu bersekolah dan meniti karir pekerjaan yang pantas untuk dibanggakan, apakah kemudian bisa diklaim bahwa mereka telah gagal “bertemu diri”?

“Bertemu diri “ bukan terkait dengan kekayaan, strata sosial dan pendidikan, ini lebih merupakan proses perjalanan ruh seorang manusia yang telah menyatu dengan jasadnya dan terlahir ke dunia fana ini untuk kembali pada kesuciannya seperti di alam alastu.

Setiap hari kita disibukkan dengan jadwal dan rutinitas hidup. Seorang pedagang sibuk dengan barang dagangannya, seorang manajer dengan jadwal rapat dan koordinasinya, seorang guru dengan kegiatan mengajarnya. Padahal bukankah semestinya kegiatan ruh dan kegiatan fisikal berjalan dalam satu nafas, cukup hanya dengan satu niat beribadah. Karenanya proses “bertemu diri” tidak harus dengan mengasingkan diri dari rutinitas hidup dan pergaulan dengan masyarakat. Untuk meraih “an-nafs al-muthma’innah” tidak semestinya menghindari pernikahan.

Demikianlah, bertemu diri adalah identik dengan menjadi zahid. Ia memenuhi kebutuhan biologisnya tetapi menghindari mencari kepuasan apalagi berlebih-lebihan. Ia berpengetahuan tapi menghindari sok tahu dan merasa pintar, ia selalu mensucikan diri tetapi menghindari sok suci atau merasa suci di bandingkan sesamanya. Ia telah banyak memberi manfaat bagi banyak orang tetapi menghindari pujian dan segera melupakan semua kebaikan yang telah dilakukannya, ia sendiri menatap lurus ke depan, kepada Sang Kekasih, cukuplah Allah baginya. Senyumnya adalah ibadah, marahnya pun ibadah, perkataannya ibadah, sikapnya ibadah, langkah kakinya ibadah, gerak tangannya ibadah, denyut nadi dan hembusan nafasnya pun ibadah. Siapapun bisa dan harus “bertemu diri”-nya, kapan pun ia mau? Kalaupun dalam perjalanan “bertemu diri” itu sering terpeleset, masih terbuka kesempatan kembali dengan memohon pertolongan-Nya.

Bagi seorang wirausahawan, fokusnya bukan meraup keuntungan sebesar-besarnya, tetapi lebih kepada kerja keras, berjalannya sistem secara adil dan efisien, dan kerja cerdas yang mewujud dalam kreatifitas, inovasi, dan semangat belajar tiada henti. Profit dan kekayaan adalah urusan Allah dan sebuah keniscayaan.
Wallahu a’lam

Selasa, 09 Februari 2010

Jika Tuhan sedang bergurau

Anda sedang jatuh cinta? Selamat. Mungkin, dedaunan tiba-tiba lebih hijau dari biasanya. Atau, tanpa sadar, diri anda menjadi lebih bersinar. Jatuh cinta yang baik, kabarnya, membuat seseorang menjadi lebih hidup, lebih bersemangat, bahkan juga, lebih pengasih, lebih mudah memaafkan, dan lebih tegar menghadapi masalah. Seorang mahasiswi yang tengah jatuh cinta bahkan pernah merasa bahwa pepohonan rimbun menuju kampusnya, yang ia lewati belasan kali dalam seminggu, dengan motor, kepadatan jadwal, dan kebisuan yang sama, tiba-tiba mengirimkan tasbih, yang bergemuruh bersama desir angin.

Dalam perpektif positif, cinta, seperti pesan yang tersirat dalam doa agung sang rasul ketika akan menikahkan putri kesayangannya, mengumpulkan semua yang berserak diantara dua subjek. Cinta menawarkan totalitas. Maka, dunia yang pernuh warna bisa tiba-tiba menjadi jingga semua.
Indah bukan?


Tetapi, dalam perspektif yang sebaliknya, cinta meniadakan warna lainnya. Ia menghanyutkan, menginfeksi kulit hingga saluran pernapasan, sampai ke ujung-ujung rambut yang tidak bersaraf.

Ia membohongi kesadaran bahwa dunia itu hanya satu warna. Bagaimana jika suatu saat orang yang paling dicintai itu berubah menjadi orang yang paling dibenci? Atau, bagaimana jika tiba-tiba, orang yang paling dicintai itu mati? Bukankah kesiapan untuk sungguh-sungguh mencintai juga mensyaratkan kesiapan implisit untuk, suatu saat, sungguh-sungguh kehilangan?

Cinta, seperti juga ciptaan Tuhan lainnya, bukankah juga ‘cuma’ sebuah amanah yang bisa diambil lagi sewaktu-waktu, kapan saja Dia mau?

Lucunya, Tuhan telah lama mengajak manusia bercanda. diciptakanNya pasangan yang membuat tentram dalam diri manusia yang lain, hingga mau tidak mau, suka tidak suka, setiap manusia cenderung akan mencari belahan dirinya yang lain. Padahal, tidak pernah ada data objektif yang menyatakan bahwa ada dua manusia yang bersama-sama dan berbahagia selama-lamanya.

Sayangnya, Tuhan adalah Lex Devina yang tidak bisa diprotes. Lagi pula, agaknya indah jika seorang manusia mau menanggapi candanya, hingga nanti, di perjumpaan terakhir, Ia tidak murka, tetapi tersenyum dengan agung-Nya.

Untuk niat ini, tampaknya, ada tiga cara spiritual yang bisa ditempuh. Pertama, secara sadar, menolak cinta. Arti paling harfiah dari cara ini, tentu adalah tidak mau jatuh cinta, atau secara ekstrem, tidak percaya dengan lembaga perkawinan. Tetapi cara ini terlalu radikal dan serius hingga Tuhan tidak suka.

Kedua, mencintai dengan rasional. Karenanya, ada janji talak dalam surat kawin hingga perjanjian pembagian harta sebelum menikah. Yang paling ekstrem, seorang mencintai dengan perhitungan yang amat rasional, yakni dari bibit, bebet dan bobotnya. Cara ini pasti tidak akan membuatNya murka, tetapi entah ada dimana senyumNya.

Cara ketiga, menjadi pencinta sesungguhnya. Jika Tuhan bertanya, apakah anda jatuh cinta, katakan saja ya,, tetapi itu hanya karena itu satu-satunya cara untuk menghikmati kehadiranNya. Jika Tuhan menyuruh, menikahlah, katakan saja ya, tetapi itu hanya dilakukan karena tidak ada seorangpun yang sanggup menentangNya. Dan jika Tuhan bertanya lagi, sudahkah merasakan cinta yang sesungguhnya, katakan saja ya, tetapi itu hanya senda gurau saja karena hanya kehadiranNya yang mengabadikan semuanya. Jika Tuhan bertanya, mabuk cintakah? Katakan saja ya, tetapi segeralah juga minta agar yang tertuang adalah kebenaranNya.

teruslah mengukir tasbihmu Mbak Mir...sayang ya pojok-kayanakan.net expired hostingnya.

Minggu, 07 Februari 2010

Miranda Risang Ayu : Mencari Senyum Tuhan



Sinopsis Buku:
Kisah dan Hikmah Perjalanan Menempuh Diri Sejati.
Menjadi murid kehidupan dengan membuka mata kesadaran. Itulah pesan utama buku ini. Dengan begitu, tak ada peristiwa terlewat sia-sia. Setiap langkah pasti penuh hikmah. Semesta suka dan duka mengantarkan kita pada Sang Nyata. Adakah detik berlalu tanpa belai kasih sayang-Nya?

Konon, sekali seorang muslim berniat untuk menemukan makna abadi dari hidupnya yang sementara di muka bumi, semesta akan membukakan jalan. Ketika seorang muslim menjawab kerinduan ilahiah yang terbit dalam hatinya sebagai panggilan untuk memulai perjalanan mendekatkan diri kepada Allah, Yang Awal dan Yang Akhir, maka perjalanan pun dimulai. Artinya, sekali melangkah, tidak ada kata mundur. Jika ia lengah, Allah akan mengingatkan. Jika ia berpaling, Allah akan meluruskan. Jika ia jatuh, Allah akan menegakkan. Indah kedengarannya, bukan?

Tetapi, peringatan Allah hadir dalam berbagai cara. Ia bisa juga berwujud kesulitan, penolakan, atau kegagalan. Bahkan, tidak jarang ia hadir seperti tamparan-kehampaan yang menyakitkan, hanya supaya si pejalan kembali kepada pengakuan paling total yang bisa ia sampaikan kepada Tuhan bahwa semua upaya manusiawinya itu ternyata memang bukan apa-apa. Ia hanya hamba yang mampu hidup dan berbuat karena kemurahan-Nya. Tidak ada yang mampu mengontrol hidup yang telah digariskan oleh-Nya, meski dengan amal yang paling baik dan mulia sekalipun, kecuali dengan perkenan Sang Maha Pencipta dan Maha Berbuat. Siapa yang bisa menjamin bahwa buah dari semua amal baik kita adalah surga? Selain Allah, hakikatnya tidak ada, bukan?

Dr. Miranda Risang Ayu
dikenal sebagai koreografer yang dua karyanya, Istighfar dan Tasbih, sempat menjadi pembicaraan luas karena idenya untuk menjadikan keindahan gerak kain sebagai alternatif keindahan gerak tubuh. Pengajar di Fakultas Hukum, Unpad, ini juga aktif menulis kolom di berbagai media, seperti majalah Suara Hidayatullah, Paras, Pikiran Rakyat, dan Republika. Bukunya yang telah diterbitkan: Cahaya Rumah Kita (1997), Permata Rumah Kita (2002), dan Purnama Hati (2003). Pada akhir 2007, ia berhasil menamatkan S2 dan S3-nya dari Faculty of Law, University of Technology Sydney, Australia.

Javanese Wisdom: Berpikir dan Berjiwa Besar



Javanese Wisdom: Berpikir dan Berjiwa Besar
oleh: Javanese Wisdom: Berpikir dan Berjiwa Besar
> Inspirasional & Spiritualitas » Inspirational
> Seni & Budaya

List Price : Rp 45.000
Your Price : Rp 38.250 (15% OFF)
Penerbit : Galang Press
Edisi : Soft Cover
Tgl Penerbitan : 2007
Bahasa : Indonesia

Halaman : 233
Ukuran : 15 x 23 cm

Sinopsis Buku:
Jawa begitu kaya dengan tradisi dan kearifan. Dari perihal dunia seksual, ramuan pengobatan dari tetumbuhan, hingga pedoman kepemimpinan dan hidup sejati. Sebagai khazanah, hingga kini, kearifan itu masih kuat mengakar dalam batin masyarakat Jawa dalam rangka membangun peradaban.

Digali dari warisan budaya Jawa, Serat Wulang Reh karya Sri Paku Buwono IV, buku ini mengungkap makna sejati kepemimpinan dalam negara, perusahaan, dan negara. Ajaran kepemimpinan itu dimulai dengan memimpin diri sendiri, mengikuti ajaran hati nurani, kesediaan memberikan solusi, serta selalu berpikir baik. Anda dapat memetik dua puluh satu kearifan di buku ini.

Buku ini menjadi pemandu bagi Anda yang ingin sukses dan bermakna dalam memegang kepemimpinan.

Solo: The Spirit of Java



Bengawan Solo,

Riwayatmu ini,

Sedari dulu jadi,

Perhatian insani…

Apakah masih ingat dengan lirik lagu keroncong terkenal Bengawan Solo? Itu adalah penggalan lirik yang terkenal hingga ke mancanegara. Solo atau Surakarta, yang dahulunya di awal kemerdekaan berstatus Keresidenan Surakarta telah berkembang menjadi kota yang kaya dengan peninggalan budaya Jawa. Solo, the spirit of Java. Itu adalah slogan yang melekat selain terkenal dengan semboyan BERSERI, yaitu Bersih, Sehat, Rapih dan Indah.

Kota Surakarta terletak di pertemuan antara jalur selatan Jawa dan jalur Semarang Madiun, yang menjadikan posisinya yang strategis sebagai kota transit. Jalur kereta api dari jalur utara dan jalur selatan Jawa juga terhubung di kota ini. Jarak antara Yogyakarta dengan Solo hanya sekitar satu jam menggunakan kendaraan maupun kereta api.

Sebagai kota yang sudah berusia hampir 250 tahun, Surakarta memiliki banyak kawasan dengan situs bangunan tua bersejarah. Selain bangunan tua yang terpencar dan berserakan di berbagai lokasi, ada juga yang terkumpul di sekian lokasi sehingga membentuk beberapa kawasan kota tua, dengan latar belakang sosialnya masing-masing.

Peninggalan sejarah dan kentalnya kebudayaan Jawa di kota Solo ini masih tampak jelas di setiap pojokan kota. Gapura khas keraton dengan lambang Keraton Surakarta “Radya Laksana” terdapat di beberapa lokasi, terutama di wilayah yang berdekatan dengan Keraton Surakarta. Radya Laksana sebagai lambang atau simbol Karaton Surakarta memiliki makna simbolis dan makna filosofis dalam kehidupan Karaton khususnya dan kehidupan masyarakat pada umumnya.

Radya Laksana dapat diartikan Jalan Negara dalam arti konsep-konsep untuk menjalankan negara yaitu Karaton Surakarta Hadiningrat. Selain secara harafiah, Radya Laksana memiliki makna sebagai ajaran dan patokan bagi siapapun yang memiliki watak Jiwa Ratu, Jiwa Santana, Jiwa Abdidalem, dan Kawuladalem yang berklebat ke Karaton yang berdasarkan pada Jiwa Budaya Jawa. Radya adalah negara. Yang disebut negara adalah bersatunya Ratu, putra Santana, Abdi dalem, kawula bangunan karaton, pemerintahan, daerah dan Pepundhen (segala sesuatu yang dihormati). Adapun Laksana berarti tindakan. Tindakan yang didasarkan pada Lahir dan Batin. Tindakan dalam bentuk batiniah harus dapat tercermin dalam wujud tindakan lahiriah.

Museum tentang sejarah dan peninggalan purbakala khas Kasunanan Surakarta juga terdapat di areal komplek keraton, salah satunya yang terkenal dan masih sering digunakan pada upacara adat Grebekan 1 Syawal kalender Islam adalah Kereta Kencana. Keunikan dari keraton ini adalah di kawasan Solo utara, yang ditata oleh pihak Mangkunagaran, dapat ditemui beberapa jejak arsitektur dengan sentuhan Eropa. Hal ini tampak dengan adanya patung-patung berornamen eropa. Ini merupakan salah satu bukti kejayaan Keraton dengan adanya hubungan diplomatik antara pihak keraton dengan pemerintah eropa pada masa dahulu.

Solo identik dengan batik sebagai pakaian khas kebesaran dan kebanggaan masyarakatnya. Batik tulis solo yang berkualitas halus di ekspor hingga ke mancanegara dan menjadi lambang khas Indonesia. Pedagang batik Jawa pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 banyak mendirikan usaha dan tempat tinggal di kawasan Laweyan (sekarang mencakup Kampung Laweyan, Tegalsari, Tegalayu, Tegalrejo, Sondakan, Batikan, dan Jongke). Tak jauh dari lokasi keraton, terdapat pasar tradisional Klewer. Pasar Klewer merupakan salah satu pasar batik terbesar di Indonesia. Di pasar ini kita dapat membeli aneka kerajinan dan oleh-oleh khas kota Surakarta dengan harga yang terjangkau dan dapat di tawar.

Bahasa daerah yang digunakan di Surakarta adalah bahasa jawa dialek Surakarta. Dialek ini berbeda sedikit dengan dialek-dialek Jawa yang digunakan di kota-kota lain seperti di Semarang maupun Surabaya. Perbedaannya berupa kosakata yang digunakan, ngoko (kasar), karma (halus), dan intonasinya. Bahasa Jawa dari Surakarta digunakan sebagai standar bahasa Jawa nasional (dan internasional, seperti di Suriname).

Beberapa makanan khas Surakarta antara lain adalah Nasi liwet, Nasi timlo, Nasi gudeg (yang lebih dikenal berasal dari Yogyakarta), Serabi Notosuman, Intip, Bakpia Balong, dan Jenang dodol khas Solo. Galabo adalah lokasi yang tepat untuk mencicipi makanan khas kota Solo dengan 75 aneka rasa makanan. Galabo ini adalah salah satu program pemerintah daerah Surakarta untuk menarik minat wisatawan pecinta kuliner. Galabo terletak tidak jauh dari lokasi Keraton dan dibuka khusus hanya untuk malam hari. Berbagai hidangan khas jawa dan Indonesia tersedia di sini dengan harga yang relative murah dan citarasa yang nikmat.

Untuk Anda pecinta seni dan budaya, pagelaran wayang Orang dapat disaksikan di taman hiburan Sriwedari pada malam harinya. Letaknya tidak jauh dari Keraton Surakarta dan dapat menggunakan becak untuk menuju ke lokasi tersebut. Wayang dimainkan oleh orang dengan nyayian dan tarian serta dialog yang lucu diiringi dengan gamelan. Cerita Wayang Orang diambil dari episode Kitab Mahabharata dan Ramayana. Saat pulang seusai pertunjukan anda dapat menikmati perjalanan santai menuju hotel dengan menggunakan andong dokar (delman).

Bagi Anda pecinta sejarah, Museum Sangiran dapat menjadi agenda wisata berikutnya untuk dikunjungi. Museum ini dapat ditempuh dari Solo kurang lebih selama 1 jam dengan menggunakan mobil atau bus. Museum ini memiliki koleksi sejumlah fosil yang ditemukan pada lapisan batu gamping di seputar wilayah Sangiran. Yang menarik dari museum ini adalah ditemukannya fosil dari manusia purba Solo (Homo Soloensis) yang hidup 600.000-150.000 tahun yang lalu. Fosil ini merupakan fosil manusia purba tertua di Indonesia. Selain fosil manusia purba, museum tersebut juga memamerkan koleksi fosil gigi, tanduk, tulang dan gading atau taring. Untuk menambah pengetahuan tentang manusia purba, museum mengajak pengunjung untuk menyaksikan film tentang sejarah asal muasal manusia di Sangiran Theatre.

Dari Sangiran perjalanan dilanjutkan menuju Candi Sukuh yang terletak di kaki gunung Lawu di Karanganyar. Perjalanan dapat ditempuh kurang lebih selama 2 jam. Candi ini sangat khas karena reliefnya sedikit erotis dan tidak sama dengan relief pada candi umumnya di Jawa. Relief pada candi tersebut menceritakan tentang kebaikan dan keburukan di dunia.

Bagi penggemar trekking, anda dapat berjalan mengambil rute dari Candi Sukuh menuju Air Terjun Grojogan Sewu. Air Terjun Grojogan Sewu cukup terkenal dan memiliki pemandangan yang menakjubkan. Trekking melewati perkampungan lokal dengan pemandangan yang indah dan keramahan penduduknya menjadikan liburan lebih menarik. Berpetualang ke Tawang Mangu dapat ditempuh dalam waktu satu jam dari kota Solo dengan menggunakan mobil atau transportasi umum. Angkutan umum ini memiliki harga yang relative murah tidak lebih dari 20 ribu rupiah. Di Tawang Mangu banyak tersedia villa yang disewakan untuk berlibur, dan Anda dapat beristirahat dengan tenang di tengah semilir sejuk udara Tawang Mangu. Selamat berlibur!

Template is modificated by Trisnadi from ": kendhin x-template.blogspot.com