Jumat, 27 Agustus 2010

Petikan Majma al-bahrain : "Gerbang Peradaban Khidlir

Waktu Sayyidina Musa ditanya oleh salah seorang kaumnya, “Wahai Musa pada zaman sekarang kira-kira manusia yang paling pandai itu siapa?” tanpa berpikir panjang Musa Sang Nabi menjawab, “Saya,” langsung saja Allah tanpa peritah malaikatnya menegur Musa, dengan firman-Nya, “Sesungguhnya di sisi-Ku ada seorang hamba yang berada di pertemuan dua lautan dan dia lebih berilmu daripada kamu.”

Waktu itu, dialog terjadi di sekitaran bukit Sinai. Musa keheranan atas pernyataan Allah “sesungguhnya siapa dia itu, ya Allah,” “Dia adalah hamba shalih yang sekarang bersemayam di antara pertemuan dua laut (majmaal bahrain).” “Kalau begitu, aku ingin bertemu dengannya, aku ingin berguru kepadanya.” Musa masih saja penasaran.

Sebelum beliau bertanya lagi, satu perintah Tuhan menginstruksikan bahwa sebaiknya kalau ia menghendaki pertemuan agung dengan Hamba Shalih itu, maka selekas mungkin berjalan menyusuri laut. Syaratnya harus membawa ikan yang telah mati. “Maka seandainya ikan itu melompat ke laut, berarti disitulah Hamba Shalih bersemayam.”

Tanpa ba bi bu, Musa mengajak salah seorang muridnya menyusuri pantai mencari Hamba Shalih yang diberitakan Allah. Saking jauh dan lamanya perjalanan, Musa keletihan, mencoba untuk istirahat di gundukan batu yang terdampar di bibir pantai. Musa tertidur sampai beberapa saat. Murid Musa masih saja terjaga, karena dia diamanati untuk mengawasi keberadaan ikan.

Tanpa disadari sang Murid juga tertidur pulas, sampai ia tak sadar bahwa ikannya telah melompat ke laut. Kemudian keduanya terbangun, beranjak untuk melanjutkan perjalanan mencari hamba shalih. Sampai pada suatu tempat mereka kaget dan baru teringat ternyata ikannya sudah tak ada lagi di tempat.

Mereka mengingat-ingat di mana ikan itu meloncat ke lautan. Sampai akhirnya teringat, bahwa ikannya hidup kembali saat keduanya istirahat di atas batu. Lalu, mereka memutuskan untuk kembali ke tempat istirahat tadi. Sampai di tempat itulah mereka bertemu dengan Hamba Shalih, yang kemudian dikenal sebagai Khidlir Balya ibn Malkan.

Musa memutuskan untuk berguru kepada beliau. Khidlir menyanggupi permintaan itu dengan bersyarat. Ada satu syarat yang diajukan Khidlir kepada Musa, yakni jangan sampai ia nanti bertanya-tanya tentang apa yang ia saksikan dengan perbuatan Khidlir. Bahkan sang guru sudah menyangka bahwa Musa tidak akan kuat untuk ngempet pertanyaan-pertanyaannya terhadap apa yang nanti akan terjadi. Pada kenyataannya Musa setelah mengikuti perjalanan Khidlir tak kuasa lagi diam. Beliau selalu menanyakan hal-hal yang telah diperbuat khidlir.

Melihat kisah dua hamba Allah ini, kiranya dapat kita petik pelajaran sebagai ilmu yang kita temukan. Keduanya mewakili wilyah yang berbeda. Musa seorang Nabi yang banyak ilmu, tetapi ilmu itu secara waktu hanya mengetahui yang telah lewat. Ia tidak seperti Khidlir yang mampu njongko apa yang akan terjadi beberapa tahun mendatang (weruh sak durunge winarah). Ilmu Musa tentang masa lalu dan masa sekarang, sedang ilmu Khidlir menjangkau sampai hari esok (futurolog sejati).

Ruang dan waktu adalah batas (wates). Musa karena pengetahuannya terbatas oleh ruang dan waktu, maka ia selalu menegur Sang Guru yang disangkanya berbuat salah. Batas-batas itulah yang menyebabkan manusia kadang menyalahkan orang lain, menasehati, bertanya dan lain sebagainya.

Ketika suatu waktu ada seorang teman selalu menaiki sepeda onthel, walau ia punya sepeda motor, dan teman lainnya selalu menyalahkan, dan mereka bilang “kenapa tidak naik motor saja, supaya cepat sampai.” Bahkan mereka mencurigai teman pemancal pedal itu sebagai teman yang bakhil, alias takut kalong duite untuk beli bensin.

Justru ternyata teman kita yang cinta lingkungan itu sedang memperjuangkan keyakinannya untuk tidak menambah polutan dengan usaha yang diawali dari dirinya sendiri. Ia juga menanam banyak pohon, yang diklaim teman-temannya tidak akan laku jual. Tapi ternyata dia sedang mengaplikasikan keyakinannya tentang amal jariyah yang bisa ditabung melalui tanaman yang menyuplai air dan oksigen untuk manusia, dan yang jelas mempertahankan ekosistem.

Kisah sahabat kita di atas menunjukkan bahwa terbatasnya ilmu itulah yang juga menentukan keberadaban seseorang. Keterbatasan yang tidak diusahankan untuk mencari keluasan dengan cara berdialog dan terus memperluas ilmu akan berujung pada kebuntuan dan miris terjungkal pada kesombongan. Maka perintah mencari ilmu berlaku untuk tempo yang mentok sampai diujung butiran tasbih kehidupan.

Will Durant, sejarawan sekaligus filosuf itu pernah berkata, “bahwa ciri manusia yang berperadaban tinggi adalah ketika orientasi hidupnya menjangkau tempo yang lebih jauh, alias jangka panjang.” Manusia yang perbuatannya ditujukan untuk kekuasaan yang sejengkal, kepentingan sesaat, nafsu sepuncratan, uang yang cepat lepas, dan benda-benda materialis keduniaan, menunjukkan bahwa ia berperadaban rendah.

Sebaliknya manusia yang orientasi amaliyahnya menjangkau sampai akherat, dialah yang diklaim sebagai manusia yang berperadaban tinggi. Manusia yang selalu ingin memperluas ilmu untuk merenggut peradaban yang lebih tinggi tentu tidak akan membatasi hanya ilmu-ilmu tertentu yang dikunyah, tetapi semua ilmu akan ditampung dengan segala kesanggupan daya tampungnya.

Manusia berperadaban tinggi juga pandangannya luas. Ia menampung apapun, seperti samudra menampung segala beban. Kadang ia menampung bangkai kapal, bangkai ikan paus, segala jenis ikan, hewan, bahkan jenis-jenis kotoran apapun dia tampung. Ia seorang hamba yang selalu membaca, mengerti, memahami, dan melayani manusia, dan makhluk lainnya, sehingga selalu mengusahakan diri untuk mencapai maqomat rahmatan lil alamin.

Kalau ditanya, secara keilmuwan Saudi Arabia dengan Indonesia, kira-kira peradabannya tinggi mana? Maka saya sebagai orang Indonesia akan menjawab dengan lantang: INDONESIA. Apa sebab? Karena orang Indonesia lebih tahu tentang Arab ketimbang orang Arab tahu Indonesia. Apa buktinya? Buktinya cukup dengan menunjuk jutaan lembaga pendidikan di nusantara yang mempelajari Bahasa Arab, Tarikh Arab, dan beberapa ilmu yang berasal dari Arab, tetapi coba anda pelik satu saja lembaga pendidikan di Saudi Arabia yang mempelajari Bahasa Indonesia, apalagi bahasa Jawa, pasti susahnya seperti menjaring angin.

Jenis manusia yang berperadaban tinggi adalah mereka yang gemar melayani, suka mengapresiasi, selalu memberi. Kok bisa begitu? Buktinya bayi selalu dilayani oleh Ibunya, selalu diberi Asi, kecupan, pelukan. Selalu ditimang-timang pamomongnya walau bayi tak jarang mengencingi wajah sang Bunda. Ibu tetap saja bilang, “Sayang…ngompol ya….”

Jenis manusia, bangsa, yang berperadaban tinggi adalah bangsa ibu; adalah bangsa yang melahirkan bangsa-bangsa lain yang ada di bumi ini. Dialah bangsa atlantis (Indonesia) yang sampai sekarang digadang-gadang banyak ilmuwan tentang kebenarannya.

Jangan heran ya…kalau Rasul yang paling mulia adalah Rasul Yang Keibuan (ummi), bukan Rasul yang buta huruf, karena tak mungkin Rasul yang Fathonah buta huruf. Filsafat yang dianggap oleh peradaban barat sebagai ilmu pertama juga disebut sebagai mother of science (ibundanya ilmu). Konsekwensinya bangsa yang bertambah ilmunya, seharusnya bertambah sifat keibuannya. Jika ia justru menjadi ancaman bagi bangsa-bangsa lain, maka ia berperadaban rendah.

Selanjutnya kita butuh mencermati dua ayat dalam kisah pertemuan agung tersebut. Pertama bahwa sepandai-pandainya manusia, masih saja ada yang lebih pandai. Ibarat pepatah, setinggi-tingginya langit masih ada langit juga. Wafauqo kulli dzi ilmin aliim. Maka tak sepantasnya seorang hamba sombong atas ilmunya yang sejatinya hanyalah titipan. Karena merasa masih saja bodoh, idealnya seorang hamba akan selalu untuk mencari, berdiskusi, menggali, meneliti, memetakan, untuk mendapatkan keluasan ilmu.

Rabbana la ilmalana illa ma ‘allam tana innaka antal ‘alimul hakim. Ya Tuhan kami tidak ada pengetahuan bagi kami, kecuali apa yang telah Kamu ajarkan kepada kami. Sesungguhnya hanya Engkaulah yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana.

Pelajaran kedua menyangkut masalah metode. Bagaimana cara untuk memperoleh ilmu pengetahun yang fundamental. Caranya adalah bertemunya diri dalam keadaan, pada masa, majmaal bahrain. Kalau penulis memahami dua kata arab itu, berarti benturan dua hal. Benturkan dirimu pada suatu keadaan yang menantang mental, intelektual, dan segala macam kecerdasanmu. Semakin sering engkau membenturkan diri, maka potensi yang ada pada dirimu yang sebelumnya mati -seperti ikan yang dibawa muridnya Musa- akan hidup seketika.

Ketika orang kaya jatuh bangkrut menjadi miskin, maka dirinya akan dibenturkan dengan keadaan yang menyeret hatinya yang mati menjadi hidup dengan sinyal spiritual yang selalu online dengan Tuhannya. Ia akan tertunduk dan kemudian menengadah mengingatkan kerapuhan diri dan keagungan Sang Maha Pencipta. Seseorang yang ingin mencapai pemahaman, atau mendapatkan ilmu yang mendasar, maka dia harus berani membentukan diri dengan multi wajah kenyataan.

Perubahan fundamental Anand Krisna dari seorang direktur perusahaan yang sukses secara finansial menuju tekun sebagai spiritualis yang telah menulis ratusan buku, dan membantu ribuan orang menuju ketenangan batin, adalah ketika dia bertemu dengan keadaan ‘majmaal bahrain’ vonis deadline hidupnya tinggal dua minggu, karena terserang leukemia (kanker darah). Sinyal spiritualnya bangkit saat kenyataan membeturkan pada kenyataan yang mengancam hidupnya.

Seandainya dulu kita pernah merantau ke kota-kota untuk menuntut ilmu. Pada awalnya kita masih tergantung dengan biaya orang tua. Seandainya kita menghendaki ilmu mandiri, maka butuh benturan keadaan. Misalnya kita bisa membuang ATM, atau kita memutuskan untuk tidak minta kiriman. Akan terjadi benturan dalam diri kita antara pelepasan ketergantungan diri kepada kiriman orang tua dengan kerja keras untuk mendanai hidupnya. Pada saat itu potensi, kesadaran, kreativitas, yang sebelumnya tertidur akan bangkit dan berjalan.

Kekasih Tak Bisa Menanti

Akhirnya akan sampai di sini

Di amanat Ilahi Rabbi

Orang-orang tak lagi bisa menanti

Zaman harus segera berganti pagi

Aku tangiskan terisinya hati

Para kekasih di susun-susun sunyi

Terlalu lama mereka didustai

Sampai hanya Tuhan yang menemani

Ya Allah

Sudah tak bisa diperpanjang lagi

Kesabaran mereka, ketabahan mereka

Sesudah diremehkan dan dicampakkan

Akhirnya akan sampai di sini

Di arus gelombang yang sejati

Kalau perahu itu adalah tangan-Mu sendiri

Tak akan ada yang bisa menghalangi

(By. Emha Ainun Nadjib)

Minggu, 22 Agustus 2010

Kedudukan hadits allhumma laka shumtu

Kedudukkan Hadits (Allahumma laka shumtu wa bika amantu wa alarizqika afthartu)

Oleh : Luthfie Abdullah Ismail

Lafazh hadits seperti padajudul di atas tidak kami temukan referensinya, yang ada hanya dengan lafazh : Allahumma laka shumtu wa ala rizqika afthartu dan Bismillahummalaka shumtu wa ala rizqika afthartu dan Allahummalaka shumna wa ala rizqika aftharna,Allahumma taqabbal minna innakas samii'ul aliim

Lafazh yang pertamariwayatnya adalah sebagai berikut :

عَنْ حُسَيْنِابْنِ عَبْدِ الرَّحْمَن عَنْ مُعَاذَ بْنِ زُهْرَةً اَنَّهُ بَلَغَهُ اَنَّ النَّبِيَّ ص كَانَ اِذَا اَفْطَرَ قَالَ:

اللهُمَّلَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ اَفْطَرْتُ


Artinya: Dari Husen bin Abdurrahman dari Mu'adz bin Zuhrah bahwasanya (Husen) telahmenyampaikan kepadanya, bahwa Nabi saw apabila setelah berbuka (beliau)mengucap " Allahumma laka shumtu wa ala rizqika afthartu Hadits inidiriwayatkan oleh Abu Dawud dalam sunannya 6:309; Baihaqi dalam Sunan Kubra4:239.



Hadits ini tergolong "Mursal" karena tidak disebutkannya sahabat pada sanadnya, sedangkanMu'adz bin Zuhrah adalah seorang tabi'i, jadi tidak mungkin ia meriwayatkan dariNabi saw tanpa perantaraan sahabat.

Hadits "mursal" tidak dapat dijadikan hujjah karena sanadnya terputus, ini berarti isinyapun tidak boleh dijadikan dasar untuk menetapkanadanya doa setelah berbuka denganlafazh seperti itu.

( Baca jugaAunul Ma'bud 6:482; Badzlul Majhud 11:162; Nailul Authar 4:301;dan Irwa'ulGhalil 4:38 serta Majma'uz Zawaaid 3:156)

Lafazh yang kedua diriwayatkan oleh Thabrani melalui sahabat Anas bin Malik dalam kitabMu'jamul Aushath 16.338 dan Mu'jamus Shaghir 3:52 dengan lafazh :


كَانَرَسُوْلُ اللهِ ص اِذَا أَفْطَرَ قَالَ : بِسْمِ اللهِ اللهُمَّ لَكَ صُمْتُوَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ

Artinya: Adalah Rasulullah saw apabila berbuka mengucap : Bismillahi Allahumma laka shumtuwa ala rizqika afthartu


Hadits inijuga lemah karena pada sanadnya terdapat rawi DAWUD BIN ZIBRIQAN yangdilemahkan dilemahkan ulama' hadits.

Abu Zur'ahmengatakan : Ia Matrukul Hadits (ditinggalkan ). Abu Dawud memberi komentar :Ia rawi yang lemah dan haditsnya ditinggalkan. Imam Juzjani mendustakannya ,Nasaa'i berkata : Ia tidak termasuk orang kepercayaan

Lafazh yangketiga juga diriwayatkan oleh Thabranimelalui sahabat Ibnu Abbas

كَانَالنَّبِيُّ ص اِذَا أَفْطَرَ قَالَ : اللهُمَّ لَكَ صُمْنَا وَعَلَى رِزْقِكَأَفْطَرْنَا ، اللهُمَّ تَقَبَّلْ مِنَّا

اِنَّكَ اَنْتَالسَّمِيْعُ العَلِيْمُ


Artinya: Adalah Nabi saw apabila berbuka mengucap : Allahumma laka shumna Wa alarizqika aftharna, Allahumma taqabbal minna innaka anta samii'ul aliim


Hadits inijuga lemah karena pada sanadnya terdapat rawi ABDUL MALIK BIN HARUN .


Tentang rawiini imam Ahmad mengatakan : Ia Dha'iful Hadits. Yahya al-Qaththan menyebutnya"kadzdzab" = pendusta. Abu Hatim berkata : Matrukul Hadits sedang kan Ibnu Hibbanmengatakan : Ia biasa memalsukan hadits ( Mizanul I'tidal 11:7 dan 11:666)


Kesimpulan:



Oleh karenaketiga hadits di atas sudah jelas kelemahannya maka dapat disimpulkan bahwa bacaandoa setelah berbuka dengan lafazh seperti yang tersebut di atas tidak pernah ada tuntunannya dari Nabi saw


Doa yang ada tuntunan dari Nabi saw sebagaimana tersebut dalam riwayat :


كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَإِذَا أَفْطَرَ قَالَ : ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتْ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ

الأَجْرُ إِنْشَاءَ اللَّهُ ( رواه ابو داود و البيهقي والحاكم والدارقطني



Artinya: Adalah Rasulullah saw apabila berbuka beliau mengucapkan : Dzahaba dhama'uwabtalatil uruuq wa tsabatal ajru insya Allah ( telah hilang dahaga, telah basahtenggorokan dan telah tetap ganjarannya, insya Allah) ( HR Abu Dawud,Baihaqi,Hakim dan Daraquthni )

Rabu, 11 Agustus 2010

Mendekati Nol

Seorang skeptisis pernah bertanya kepada saya, apa makna beragama. Tentu saya tidak mungkin menjawabnya dengan sederet argumen perbandingan agama, karena hal itu bukan ilmu sekolahan saya. Maka, meniru para spiritualis romantis, saya menjawab "Karena saya merindukan Tuhan." Akan tetapi, ternyata jawaban itu masih lemah. Tuhan itu siapa? Kenalkah kamu kepada-Nya? Kenal saja belum kok sudah sok rindu.


Ketika saya jawab lagi bahwa saya mengenal Tuhan dari kitab yang diturunkan-Nya melalui utusan-utusan-Nya, pernyataan itu pun masih bisa dipertanyakan lagi. Bukankah itu kitab, bukan Tuhan sendiri? Dan utusan-utusan-Nya. Bukankah mereka masih manusia, bukan Dia sendiri? Dia itu siapa, mana? Jika tanya-jawab ini diteruskan dengan melibatkan seluruh kesadaran dan perasaan, mungkin saya sudah masuk daftar tunggu psikiater untuk mendapat resep antidepresan.


Maka, jawabannya hanya tinggal: untuk menjadi tiada, meniada. Tetapi, meniada itu bagaimana?


Meniada memang bisa bermakna macam-macam. Orang-orang Indonesia yang berbondong-bondong mendaftarkan diri untuk berjihad membantu sesama muslim Palestina yang tengah dihujani bom Israel di Jalur Gaza, mungkin saja bisa berdalih bahwa mereka pun ingin meniada. Padahal, masih ada nilai yang mereka kejar misalnya menjadi syuhada, itu pun dalam kerangka tafsiran tertentu saja. Saya hampir yakin, masih menggelegak kemarahan moral di benak mereka, kemarahan yang meskipun amat heroik dan bisa mengharukan, tetapi tetap satu kemarahan. Padahal, meniada konon justru memenangkan proses jihad terbesar dahulu, yang medannya tidak di mana-mana, tetapi di dalam benak setiap manusia sendiri. Mendekati nol. Menjadi nol. Perang itu terjadi setiap hari. Setiap saat. Dan ini mengisyaratkan "kekerasan" syarat berjihad yang terlalu sering diabaikan bahwa sebelum seseorang berjihad, seharusnya orang itu telah menemukan keterampilan untuk mendekati titik nol itu dahulu di dalam dirinya. Dengan demikian, jika pun harus berjihad ke luar, ia tidak akan menembak ke arah yang salah karena silap oleh murka.


Bukankah jihad sebetulnya adalah konsep yang cerdas dan berwibawa? Cerdas, karena jihad tidak harus melulu berarti semangat heroik untuk begitu saja terjun ke arena konflik lantas saling bunuh dan balas dendam, tetapi justru berupaya maksimal untuk melindungi kehidupan agar dapat terus bertahan dan berkembang. Sejarah pun telah mencatat jihad yang berwibawa dari Ali bin Abi Thalib. Dalam satu peperangan, Ali tidak jadi membunuh seorang musuh yang lehernya sudah dalam jangkauan pedangnya, hanya karena musuhnya itu tiba-tiba meludahinya dan memancing gelegak kemarahannya. Ali berperang karena Allah, bukan karena marah.


Apa pun itu, bagi saya meniada jauh sekali artinya dari semangat menghambur terjun ke laut berenang sampai ke Jalur Gaza demi turut menyelamatkan Palestina, hanya untuk menemukan bahwa orang-orang Palestina ternyata tidak butuh tenaga untuk memperpanjang perang. Meniada, mendekati nol, tidak impulsif seperti itu.


"Nol" bukan tidak ada. Ia ada. Orang bersekolah, bekerja, dan menabung untuk membangun nilai melebihi nol. Akan tetapi, sang arif bersujud, berdoa atau meditasi untuk kembali kepada nol. Saya ingat ketika seorang sufi berkata, "Setiap kali sujud, semua luka dan pedih lenyap. Hilang. Tidak ada." Dan air mukanya bersinar sejernih sisa air wudu yang masih menetes di dagunya. Kepadanya tentu tak layak lagi untuk ditanya, kebahagiaan itu apa. Kebahagiaan? Demikianlah. Dan kebahagiaan itu mengemuka justru pada titik terjauh dari sikap seseorang, yang merasa layak mendongak di atas semua miliknya.


Dalam duka spiritualnya sufi besar Jalaludin Rumi berkata tentang proses Meniada:
" ... dalam berbuat baik dan membantu orang lain, jadilah seperti sungai.
Dalam bersimpati dan berlaku anggun, jadilah seperti matahari.
Dalam menutupi kesalahan orang lain, jadilah seperti malam.
Dalam kemarahan, jadilah seperti mati.
Dalam kesederhanaan dan kerendahan hati, jadilah seperti bumi.
Dalam bertenggang-rasa, jadilah seperti samudra ...."


Setelah semua itu, apa yang tersisa? Mungkin hakikatnya memang, tidak ada apa-apa lagi, selain Ia Yang Maha Esa dan Maha Hadir di balik semua ciptaan-Nya. Jika bertahan hidup memang tidak mudah dan mempertahankan ego sakitnya masya Allah, mungkin di dalam kesadaran bersama-Nya, sesungguhnya, tidak ada lagi "aku" yang perlu dipertahankan. Rumi mungkin hendak berkata, semua sirna kecuali Dia. Bersandar saja kepada-Nya. Tak usah bertanya, terima saja. Tak usah sibuk menoleh ke kanan kiri, diam saja. Dalam hening itu, Ia ada, bukan?


Mendekati nol. Mudah mengatakannya. Berdarah-darah mencapainya. ***

Tinta Untuk Calon Suamiku

Assalammualaikum wr wb.

Buatmu,

Calon suamiku.

Entah angin apa yang membuai hari ini, yang membuatku begitu berani untuk mencoretkan sesuatu untuk dirimu yang tidak pernah kukenal sebelumnya. Aku sebenarnya tidak pernah berniat untuk memperkenalkan diriku kepada siapa pun. Apalagi mencurahkan sesuatu yang khusus buatmu sebelum tiba masanya. Kehadiran seorang lelaki yang menuntut sesuatu yang aku jaga rapi selama ini semata-mata buatmu. Itulah hatiku dan cintaku, membuatkan aku tersedar dari lenaku yang panjang.
Aku telah dididik ibu semenjak kecil agar menjaga maruah dan mahkota diriku karena Allah telah menetapkannya untuk suamiku, dan dia itu adalah dirimu …suatu hari nanti. Kata ibu, tanggungjawab orangtua terhadap anak perempuan ialah menjaga dan mendidiknya sehingga seorang lelaki mengambil-alih tanggungjawab itu dari mereka. Jadi, kau telah ada dalam diriku sejak dulu lagi. Sepanjang umurku ini.
Aku menutup pintu hatiku daripada lelaki mana pun karena aku tidak mau mengkhianatimu. Aku menghalangi diriku dari mengenali lelaki manapun karena aku tidak mau mengenali lelaki lain selainmu, terlebih lagi memahami mereka. Karena itulah aku sekuat daya dan upayaku yang lemah ini membatasi pergaulanku dengan siapa pun yang bukan mahramku.
Aku sering mendapati diri diperhatikan lelaki. Aku mencoba untuk tidak berprasangka buruk terhadap mereka, tetapi lebih baik aku berjaga-jaga karena sudah banyak kejadian dan contoh banyak di depan mata kita. Apabila terpaksa berurusan dengan mereka, akan aku selalu bersikap ‘expressionless face’ dan ‘cool’. Akan aku palingkan wajahku dari lelaki yang asyik memperhatikan dan menatapku ataupun mencoba menyapaku. Aku sebisa mungkin melarikan pandanganku daripada lawan jenis karena pesan Sayyidatina ‘Aisyah R.A : “sebaik-baik wanita ialah yang tidak memandang dan dipandang”

Aku tidak ingin dipandang cantik oleh lelaki lain, biarlah aku hanya cantik di matamu. Apa gunanya aku menjadi idaman banyak lelaki sedangkan aku hanya boleh menjadi milikmu seorang. Aku tidak merasa bangga menjadi rebutan lelaki bahkan aku merasa terhina diperlakukan begitu seolah-olah aku ini barang yang boleh dimiliki siapa saja sesuka hati. Aku juga tidak mau membuat seorang lelaki putus asa karena dikecewakan lantaran terlalu mengharapkan sesuatu yang tidak dapat kuberikan.

Bagaimana akan aku jawab di hadapan Allah kelak andai ditanyakan-Nya?
Apakah itu sumbanganku kepada manusia selama hidup di muka bumi?

Kalau aku tidak ingin kau memandang perempuan lain, aku dulu yang perlu menundukkan pandanganku. Aku harus memperbaiki kelemahan dan menghias pribadiku karena itulah yang dituntut Allah. Kalau aku inginkan lelaki yang baik menjadi suamiku, aku juga perlu menjadi perempuan yang baik. Bukankah Allah telah menjanjikan perempuan yang baik itu untuk lelaki yang baik?
Tidak dapat aku nafikan, sebagai remaja aku memiliki perasaan untuk menyayangi dan disayangi; mencintai dan dicintai. Namun, setiap kali perasaan itu datang, setiap kali itulah aku mengingatkan diriku bahwa aku perlu menjaga perasaan itu karena ia semata-mata untukmu
Allah telah memuliakan seorang lelaki yang bakal menjadi suamiku untuk menerima hati dan perasaanku yang suci. Bukan hati yang menjadi sisa lelaki lain. Lelaki itu berhak mendapat kasih yang tulen, bukan yang telah dibagi-bagikan.
Diriku yang lemah ini diuji Allah ketika datang seorang lelaki yang secara tidak sengaja ingin berkenalan denganku. Aku secara keras menolak, pelbagai dalil aku kemukakan, tetapi ia tidak mau mengalah, ia tidak mau berhenti di situ. Dia selalu menghubungiku dan menggangguku.Aku merasa tidak tenteram, seolah-olah seluruh hidupku yang ceria selama ini telah dirampas dariku. Aku tertanya-tanya adakah aku berada di tebing kebinasaan? Aku beristighfar memohon keampunan-Nya. Aku juga berdoa agar Dia melindungi diriku daripada pelbagai kejahatan. Kehadiran lelaki itu membuatkan aku banyak memikirkanmu. Kau seolah-olah hadir disampingku,melindungiku. Aku tahu lelaki yang melamarku itu bukan dirimu. Aku sangat yakin pada kata hatiku, “women intuition”-ku mengatakan lelaki itu bukan dirimu.
Aku bukanlah seorang gadis yang cerewet dalam memilih pasangan hidup. Siapalah diriku ini untuk memilih berlian sedangkan aku hanya sebutir pasir yang berserak di mana-mana. Tetapi aku juga punya keinginan seperti gadis lain, dilamar lelaki yang bakal dinobatkan Allah sebagai ahli syurga, memimpinku ke arah tujuan yang satu. Tidak perlu kau memiliki wajah seindah Nabi Yusuf A.S yang mampu mendebarkan jutaan gadis untuk membuatku terpikat. Andainya kaulah jodohku yang tertulis di Lauful Mahfuz, Allah pasti meletakkan rasa kasih di dalam hatiku,pun jua di hatimu tatkala pertama kali kita berpandangan. Itu janji Allah.
Akan tetapi, selagi kita belum diikat dengan ikatan yang sah, selagi itu pula…jangan kau zahirkan perasaanmu itu kepadaku karena kau masih tidak mempunyai hak untuk berbuat begitu. Juga jangan kau lampaui batasan yang telah ditetapkan syariat-Nya. Aku takut itu akan memberi imbas yang tidak baik dalam kehidupan kita kelak. Permintaanku tidak banyak, cukuplah dirimu yang diinfaqkan seluruhnya pada mencari ridha Ilahi.
akan berasa amat berbahagia andai dapat menjadi tiang ataupun sandaran perjuanganmu. Bahkan aku amat bersyukur pada Ilahi kiranya akulah yang ditakdirkan-Nya meniup semangat juangmu, mengulurkan tanganku untuk berpaut sewaktu jatuh atau tersungkur di medan yang dijanjikan Allah dengan kemenangan atau syahid itu. Akan aku keringkan darah dari lukamu dengan tanganku sendiri. Itulah impianku. Aku pasti berendam airmata darah andainya engkau menyerahkan seluruh cintamu padaku. Bukan itu yang aku impikan. Cukuplah kau mencintai Allah dengan sepenuh hatimu. Karena dengan mencintai Allah kau akan mencintaiku karena-Nya. Cinta itu lebih abadi dari cinta insan biasa. semoga cinta itu juga yang akan mempertemukan kita kembali di syurga.

Aku juga tidak ingin dilimpahi kemewahan dunia. Cukuplah dengan kesenangan yang telah diberikan ibu dan bapakku dulu. Apa gunanya kau menimbun harta untuk kemudahanku jika harta itu membuatkan kau lupa pada tanggungjawabmu terhadap agamamu. Aku tidak akan sekali-kali merasa bahagia melihatmu begitu. Biarlah kita hidup di bawah jaminan Allah sepenuhnya. Itu lebih bermakna bagiku.

Siapa pun bakal suamiku...aku tak resah...
Hanya mohon ketabahan..

andai aku mendapatimu bernama A…,B...atau C...
insyaAllah aku terima secara iikhlasnya...

andai aku ditakdirkan bermadu..
semoga aku sabar sesabarnya....

andai aku ditakdirkan bersama dengan si pendusta, atau penipu...
mohon agar aku kuat untuk membimbingnya...
semoga aku jadi isteri yang taat pada suaminya..
Wahai calon suami ku......

aku tidak lah sesempurna Khadijah untuk kau banggakan....
aku tidak setabah Siti Hajar untuk kau perlukan.......
aku tidak semanis Zulaikha untuk kau pandang......
aku tidak sekuat Maryam untuk kau dambakan......
aku tidak semampu Rabiatul adawiyah untuk dijadikan srikandi......

namun aku punya sekeping hati yang tulus ikhlas untuk jadikan mereka sebagai contoh kepada ku untuk menjadi yang terbaik untukmu hanya karena satu......karena CINTAKU PADA ALLAH YANG SATU DAN RASUL......
Wahai calon suamiku…PEMILIK CINTAKU SETELAH ALLAH DAN RASUL.......

insyaAllah.......

Calon Suamiku yang dirahmati,

“Kaum lelaki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (lelaki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (lelaki) telah menafkahkan sebahagian dari harta mereka”.(An-Nissa’:34)

Membenarkan seperti apa yang telah Dia katakan dalam QalamNya yang mulia, aku meyakini bahwa engkau adalah pemimpin untukku dan anak-anak pewaris jihad perjuangan Islam yang bakal lahir. Jadikanlah pernikahan ini sebagai asas pengokohan iman dan bukannya untuk memuaskan bisikan syaitan yang menjadikan ikatan pernikahan sebagai pemuas nafsu semata. Semoga diriku dan dirimu senatiasa didampingi kerahmatan dan keridhaanNya. Lakukanlah tanggungjawabmu itu dengan syurga kesabaran, qana’ah ketabahan semoga kita akan menjadi salah satu daripada jamaah shaff menuju ke syurga …InsyaAllah…

Ingin aku berbicara mengenai pemberianmu kepadaku. Kau terlalu membimbangkan akan kehendak bersifat duniawi semata-mata. Benar? Ketahuilah, aku tidak menginginkan hantaran bersusun, mas kawin yang hanya akan menyebabkan hatiku buta dalam menilai arti kita dipertemukan oleh Allah atas dasar Dienullah. Cukuplah seandainya, maharku sebuah Qalam Mulia, Al-Quran, kerana aku meyakini Qalam itu mampu memimpin rumahtangga kita dalam meraih keridhaanNya bukan kekayaan dunia yang bersifat sementara. Bantulah aku dalam menegakkan agama Allah ini melalui pernikahan, karena ia adalah lahan untuk aku menyempurnakan separuh daripada agamaku, InsyaAllah. Akhlakmu yang terdidik indah oleh ibu bapak dan orang sekelilingmu, itulah yang aku harapkan daripada kekayaan duniawi yang kau sediakan. Kutitipkan sebagian rezeki yang diberikan-Nya untukku dalam Jalan Dakwah, tidak ada lagi pemborosan dan bakhil karena semuanya berada di dalam udara Qana’ah (berpuas hati dengan apa yang ada), ridha dan yakin bahwa dunia ini bukanlah Janatunna’im. Lihatlah rumahtangga Rasulullah S.A.W, kadang-kadang berlalu bulan demi bulan, pernah dapurnya tidak berasap kerana tidak ada bahan makanan yang dapat dimasak. Walaupun demikian susahnya, rumahtangga Rasulullah S.A.W tetap menjadi rumahtangga yang paling bahagia yang tidak ada bandingnya hingga ke hari ini.

Terlalu panjang rasanya aku mencoretkan tinta ini. Cukup dahulu buat perkenalan, andai diizinkan aku akan kembali menitipkankan lagi kiriman bertintakan hati ini. Akhir bicara, maaf jika tiada pertemuan hingga hari ini karena dihatiku biarlah merindu ketika berjauhan daripada jemu tatkala kita disatukan.


Pertemuan… menghadiahkan kita kasih sayang… jika cinta satu pasti bertemu… ia tidak ternilai… kerana antara hati kita telah tiada antaranya lagi yg ada hanyalah cinta kasih Ilahi… kita berpisah hanya sementara kerna pertemuan bukan milik kita… jasad dan suara berjauhan sentiasa namun cinta abadi… biar berpisah selalu menderita kerana syurga menagih ujian sedang neraka dipagari oleh nikmat bertemu tidak jemu… berpisah tak gelisah…

Wassalam

Dari,
Tulang rusuk kirimu.

Selasa, 16 Maret 2010

Ketika si bungsu sakit

“... dalam gerak tubuhku, biar kupeluk kau selekat tulang rusukku memeluk jantungku yang hanya ada kau di dalamnya. Di antara ada dan tiada, tak akan kubiarkan siang dan malam dan bahkan alam meregangkan aku darimu. Dalam hidup matiku, sayangku, akan ku pastikan, aku selalu ada buatmu. Karena jika tuhan punya wajah, aku telah tak bisa berpaling selain kepadamu. Tunggal adamu, bahkan ketika senyap ruang dan waktu. Kini, biar lenyap aku dalam doaku, demi adamu.dalam lirih getih terakhir sujudku, aku bersumpah, akan kutantang akhirmu, dengan kematianku. “ Anakku, jika semesta punya nyawa, itu tangis kelahiranmu. Jika semesta punya tawa, itu binar matamu. Jika semesta punya damai, itu tenang tidurmu. Jika semesta punya kasih, itu irama nafasmu. Maka kini dalam beku kelu diam sakitmu, biar aku memekik menawar batasmu.”

Rabu, 10 Februari 2010

Bertemu diri

“bertemu diri” bagi seorang salik – pencari kebenaran – ibarat proses wisuda seorang mahasiswa yang telah menyelesaikan kuliahnya. Ali, RA berkata bahwa orang yang bertemu diri (mengenal Allah Ta’ala) adalah titik mula seseorang beragama secara hakiki.

Kegelisahan eksistensial, mewujud dalam luapan pertanyaan tentang hakikat diri, hakikat kehidupan, hakikat yang nyata dan yang semu. Sekali lagi, manusia adalah “terra incognita”, makhluk yang sarat dengan misteri. Ia adalah puncak penciptaan Sang Khalik, demikian tinggi ia diposisikan sebagai khalifah hingga membuat Iblis iri dan mengingkari ketentuan-Nya. Ya, Iblis tak mampu memahami realitas yang disebut manusia, bahkan malaikat pun mempertanyakan esensi kenapa harus diciptakan makhluk bernama manusia (Q 2:30),” ...mereka berkata, “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?...” Kenapa Tuhan menciptakan makhluk yang bernama manusia, yang memiliki sifat multidimensional, ada sifat-sifat malaikat, ada sifat – sifat setan, ada sifat – sifat binatang dan tumbuhan.

Dalam pandangan kaum arif, sebagaimana dituangkan dalam Qur’an 2: 31-32, bahwa iblis dan malaikat mengakui ketidakmampuan dirinya, ..” Kami hanya mengetahui apa yang telah Engkau ajarkan, kami hanya memahami apa yang telah Engkau berikan, ciptaan kami adalah hasil karya-Mu, pengetahuan dan visi kami hanyalah rahmat-Mu, Apa yang telah Engkau tunjukkan kepada kami, kami tahu – apa yang di luar itu – kami tidak tahu...
Adam adalah keseluruhan, yang lainnya adalah bagian. Segala sesuatu dalam bagian dijumpai dalam keseluruhan, tapi bagian tak bisa mencakup keseluruhan. Tak satu bagian pun benar – benar bisa memahami keseluruhan, tapi keseluruhan tahu situasi setiap bagian. Kala keseluruhan mengetahui dirinya sendiri maka semua bagian menjadi objek pengetahuannya. Tapi jika bagian mengetahui dirinya sendiri ia tidak bisa mengetahui lebih dari dirinya sendiri – sekalipun ia mengetahui dirinya sendiri ia tetap tak mengetahui bagian lainnya.

Kemudian realitas apakah seorang anak Adam itu? Barzakh yang serba meliputi, bentuk ciptaan dan Zat yang Mahabenar ada di dalamnya; Transkipsi menyeluruh, memaklumkan Esensi Hakiki dan sifat-sifat suci-Nya; Berhubungan dengan kelembutan – kelembutan dan Ketakterbandingan, berupa realitas – realitas dalam kerajaan; Diri batiniahnya tenggelam dalam samudera Kesatuan, diri lahiriahnya kekeringan di pantai perpisahan. Tak satupun dari sifat – sifat Allah tak termanifestasikan dalam esensi-Nya.
Dia Maha Mengetahui, Maha Mendengar, dan Maha Melihat, Maha Berbicara dan Berkenhendak, Maha Hidup dan Maha Kuasa. Begitu pula dengan realitas – realitas dalam kosmos, masing – masing terejawantah di dalamnya. Entah wilayah – wilayah samawi atau unsur – unsur, mineral – mineral, tumbuh –tumbuhan, atau hewan – hewan. Tertulis di dalamnya bentuk kebaikan dan kejahatan, Bercampur di dalamnya kebiasaan setan dan hewan – hewan tunggangan. Kalaulah dia bukan bukan cermin Wajah Abadi, mengapa para malaikat bersujud di hadapannya? ...Dia adalah refleksi keindahan Kehadiran Suci. Jika iblis tak bisa memahami ini, apa yang menjadi masalah? Semua yang tersembunyi dalam Khazanah Tersembunyi Allah tampakkan dalam diri Adam.
Manusia modern sekarang melalui fase lahir, bertumbuh, belajar berbicara dan berjalan bersekolah dari taman bermain hingga perguruan tinggi, kemudian meniti karir dengan bekerja dengan beragam profesi seperti apa yang telah kita cita-citakan. Bagi sebagian lainnya yang kurang beruntung, mereka tidak mampu bersekolah dan meniti karir pekerjaan yang pantas untuk dibanggakan, apakah kemudian bisa diklaim bahwa mereka telah gagal “bertemu diri”?

“Bertemu diri “ bukan terkait dengan kekayaan, strata sosial dan pendidikan, ini lebih merupakan proses perjalanan ruh seorang manusia yang telah menyatu dengan jasadnya dan terlahir ke dunia fana ini untuk kembali pada kesuciannya seperti di alam alastu.

Setiap hari kita disibukkan dengan jadwal dan rutinitas hidup. Seorang pedagang sibuk dengan barang dagangannya, seorang manajer dengan jadwal rapat dan koordinasinya, seorang guru dengan kegiatan mengajarnya. Padahal bukankah semestinya kegiatan ruh dan kegiatan fisikal berjalan dalam satu nafas, cukup hanya dengan satu niat beribadah. Karenanya proses “bertemu diri” tidak harus dengan mengasingkan diri dari rutinitas hidup dan pergaulan dengan masyarakat. Untuk meraih “an-nafs al-muthma’innah” tidak semestinya menghindari pernikahan.

Demikianlah, bertemu diri adalah identik dengan menjadi zahid. Ia memenuhi kebutuhan biologisnya tetapi menghindari mencari kepuasan apalagi berlebih-lebihan. Ia berpengetahuan tapi menghindari sok tahu dan merasa pintar, ia selalu mensucikan diri tetapi menghindari sok suci atau merasa suci di bandingkan sesamanya. Ia telah banyak memberi manfaat bagi banyak orang tetapi menghindari pujian dan segera melupakan semua kebaikan yang telah dilakukannya, ia sendiri menatap lurus ke depan, kepada Sang Kekasih, cukuplah Allah baginya. Senyumnya adalah ibadah, marahnya pun ibadah, perkataannya ibadah, sikapnya ibadah, langkah kakinya ibadah, gerak tangannya ibadah, denyut nadi dan hembusan nafasnya pun ibadah. Siapapun bisa dan harus “bertemu diri”-nya, kapan pun ia mau? Kalaupun dalam perjalanan “bertemu diri” itu sering terpeleset, masih terbuka kesempatan kembali dengan memohon pertolongan-Nya.

Bagi seorang wirausahawan, fokusnya bukan meraup keuntungan sebesar-besarnya, tetapi lebih kepada kerja keras, berjalannya sistem secara adil dan efisien, dan kerja cerdas yang mewujud dalam kreatifitas, inovasi, dan semangat belajar tiada henti. Profit dan kekayaan adalah urusan Allah dan sebuah keniscayaan.
Wallahu a’lam

Selasa, 09 Februari 2010

Jika Tuhan sedang bergurau

Anda sedang jatuh cinta? Selamat. Mungkin, dedaunan tiba-tiba lebih hijau dari biasanya. Atau, tanpa sadar, diri anda menjadi lebih bersinar. Jatuh cinta yang baik, kabarnya, membuat seseorang menjadi lebih hidup, lebih bersemangat, bahkan juga, lebih pengasih, lebih mudah memaafkan, dan lebih tegar menghadapi masalah. Seorang mahasiswi yang tengah jatuh cinta bahkan pernah merasa bahwa pepohonan rimbun menuju kampusnya, yang ia lewati belasan kali dalam seminggu, dengan motor, kepadatan jadwal, dan kebisuan yang sama, tiba-tiba mengirimkan tasbih, yang bergemuruh bersama desir angin.

Dalam perpektif positif, cinta, seperti pesan yang tersirat dalam doa agung sang rasul ketika akan menikahkan putri kesayangannya, mengumpulkan semua yang berserak diantara dua subjek. Cinta menawarkan totalitas. Maka, dunia yang pernuh warna bisa tiba-tiba menjadi jingga semua.
Indah bukan?


Tetapi, dalam perspektif yang sebaliknya, cinta meniadakan warna lainnya. Ia menghanyutkan, menginfeksi kulit hingga saluran pernapasan, sampai ke ujung-ujung rambut yang tidak bersaraf.

Ia membohongi kesadaran bahwa dunia itu hanya satu warna. Bagaimana jika suatu saat orang yang paling dicintai itu berubah menjadi orang yang paling dibenci? Atau, bagaimana jika tiba-tiba, orang yang paling dicintai itu mati? Bukankah kesiapan untuk sungguh-sungguh mencintai juga mensyaratkan kesiapan implisit untuk, suatu saat, sungguh-sungguh kehilangan?

Cinta, seperti juga ciptaan Tuhan lainnya, bukankah juga ‘cuma’ sebuah amanah yang bisa diambil lagi sewaktu-waktu, kapan saja Dia mau?

Lucunya, Tuhan telah lama mengajak manusia bercanda. diciptakanNya pasangan yang membuat tentram dalam diri manusia yang lain, hingga mau tidak mau, suka tidak suka, setiap manusia cenderung akan mencari belahan dirinya yang lain. Padahal, tidak pernah ada data objektif yang menyatakan bahwa ada dua manusia yang bersama-sama dan berbahagia selama-lamanya.

Sayangnya, Tuhan adalah Lex Devina yang tidak bisa diprotes. Lagi pula, agaknya indah jika seorang manusia mau menanggapi candanya, hingga nanti, di perjumpaan terakhir, Ia tidak murka, tetapi tersenyum dengan agung-Nya.

Untuk niat ini, tampaknya, ada tiga cara spiritual yang bisa ditempuh. Pertama, secara sadar, menolak cinta. Arti paling harfiah dari cara ini, tentu adalah tidak mau jatuh cinta, atau secara ekstrem, tidak percaya dengan lembaga perkawinan. Tetapi cara ini terlalu radikal dan serius hingga Tuhan tidak suka.

Kedua, mencintai dengan rasional. Karenanya, ada janji talak dalam surat kawin hingga perjanjian pembagian harta sebelum menikah. Yang paling ekstrem, seorang mencintai dengan perhitungan yang amat rasional, yakni dari bibit, bebet dan bobotnya. Cara ini pasti tidak akan membuatNya murka, tetapi entah ada dimana senyumNya.

Cara ketiga, menjadi pencinta sesungguhnya. Jika Tuhan bertanya, apakah anda jatuh cinta, katakan saja ya,, tetapi itu hanya karena itu satu-satunya cara untuk menghikmati kehadiranNya. Jika Tuhan menyuruh, menikahlah, katakan saja ya, tetapi itu hanya dilakukan karena tidak ada seorangpun yang sanggup menentangNya. Dan jika Tuhan bertanya lagi, sudahkah merasakan cinta yang sesungguhnya, katakan saja ya, tetapi itu hanya senda gurau saja karena hanya kehadiranNya yang mengabadikan semuanya. Jika Tuhan bertanya, mabuk cintakah? Katakan saja ya, tetapi segeralah juga minta agar yang tertuang adalah kebenaranNya.

teruslah mengukir tasbihmu Mbak Mir...sayang ya pojok-kayanakan.net expired hostingnya.

Minggu, 07 Februari 2010

Miranda Risang Ayu : Mencari Senyum Tuhan



Sinopsis Buku:
Kisah dan Hikmah Perjalanan Menempuh Diri Sejati.
Menjadi murid kehidupan dengan membuka mata kesadaran. Itulah pesan utama buku ini. Dengan begitu, tak ada peristiwa terlewat sia-sia. Setiap langkah pasti penuh hikmah. Semesta suka dan duka mengantarkan kita pada Sang Nyata. Adakah detik berlalu tanpa belai kasih sayang-Nya?

Konon, sekali seorang muslim berniat untuk menemukan makna abadi dari hidupnya yang sementara di muka bumi, semesta akan membukakan jalan. Ketika seorang muslim menjawab kerinduan ilahiah yang terbit dalam hatinya sebagai panggilan untuk memulai perjalanan mendekatkan diri kepada Allah, Yang Awal dan Yang Akhir, maka perjalanan pun dimulai. Artinya, sekali melangkah, tidak ada kata mundur. Jika ia lengah, Allah akan mengingatkan. Jika ia berpaling, Allah akan meluruskan. Jika ia jatuh, Allah akan menegakkan. Indah kedengarannya, bukan?

Tetapi, peringatan Allah hadir dalam berbagai cara. Ia bisa juga berwujud kesulitan, penolakan, atau kegagalan. Bahkan, tidak jarang ia hadir seperti tamparan-kehampaan yang menyakitkan, hanya supaya si pejalan kembali kepada pengakuan paling total yang bisa ia sampaikan kepada Tuhan bahwa semua upaya manusiawinya itu ternyata memang bukan apa-apa. Ia hanya hamba yang mampu hidup dan berbuat karena kemurahan-Nya. Tidak ada yang mampu mengontrol hidup yang telah digariskan oleh-Nya, meski dengan amal yang paling baik dan mulia sekalipun, kecuali dengan perkenan Sang Maha Pencipta dan Maha Berbuat. Siapa yang bisa menjamin bahwa buah dari semua amal baik kita adalah surga? Selain Allah, hakikatnya tidak ada, bukan?

Dr. Miranda Risang Ayu
dikenal sebagai koreografer yang dua karyanya, Istighfar dan Tasbih, sempat menjadi pembicaraan luas karena idenya untuk menjadikan keindahan gerak kain sebagai alternatif keindahan gerak tubuh. Pengajar di Fakultas Hukum, Unpad, ini juga aktif menulis kolom di berbagai media, seperti majalah Suara Hidayatullah, Paras, Pikiran Rakyat, dan Republika. Bukunya yang telah diterbitkan: Cahaya Rumah Kita (1997), Permata Rumah Kita (2002), dan Purnama Hati (2003). Pada akhir 2007, ia berhasil menamatkan S2 dan S3-nya dari Faculty of Law, University of Technology Sydney, Australia.

Javanese Wisdom: Berpikir dan Berjiwa Besar



Javanese Wisdom: Berpikir dan Berjiwa Besar
oleh: Javanese Wisdom: Berpikir dan Berjiwa Besar
> Inspirasional & Spiritualitas » Inspirational
> Seni & Budaya

List Price : Rp 45.000
Your Price : Rp 38.250 (15% OFF)
Penerbit : Galang Press
Edisi : Soft Cover
Tgl Penerbitan : 2007
Bahasa : Indonesia

Halaman : 233
Ukuran : 15 x 23 cm

Sinopsis Buku:
Jawa begitu kaya dengan tradisi dan kearifan. Dari perihal dunia seksual, ramuan pengobatan dari tetumbuhan, hingga pedoman kepemimpinan dan hidup sejati. Sebagai khazanah, hingga kini, kearifan itu masih kuat mengakar dalam batin masyarakat Jawa dalam rangka membangun peradaban.

Digali dari warisan budaya Jawa, Serat Wulang Reh karya Sri Paku Buwono IV, buku ini mengungkap makna sejati kepemimpinan dalam negara, perusahaan, dan negara. Ajaran kepemimpinan itu dimulai dengan memimpin diri sendiri, mengikuti ajaran hati nurani, kesediaan memberikan solusi, serta selalu berpikir baik. Anda dapat memetik dua puluh satu kearifan di buku ini.

Buku ini menjadi pemandu bagi Anda yang ingin sukses dan bermakna dalam memegang kepemimpinan.

Solo: The Spirit of Java



Bengawan Solo,

Riwayatmu ini,

Sedari dulu jadi,

Perhatian insani…

Apakah masih ingat dengan lirik lagu keroncong terkenal Bengawan Solo? Itu adalah penggalan lirik yang terkenal hingga ke mancanegara. Solo atau Surakarta, yang dahulunya di awal kemerdekaan berstatus Keresidenan Surakarta telah berkembang menjadi kota yang kaya dengan peninggalan budaya Jawa. Solo, the spirit of Java. Itu adalah slogan yang melekat selain terkenal dengan semboyan BERSERI, yaitu Bersih, Sehat, Rapih dan Indah.

Kota Surakarta terletak di pertemuan antara jalur selatan Jawa dan jalur Semarang Madiun, yang menjadikan posisinya yang strategis sebagai kota transit. Jalur kereta api dari jalur utara dan jalur selatan Jawa juga terhubung di kota ini. Jarak antara Yogyakarta dengan Solo hanya sekitar satu jam menggunakan kendaraan maupun kereta api.

Sebagai kota yang sudah berusia hampir 250 tahun, Surakarta memiliki banyak kawasan dengan situs bangunan tua bersejarah. Selain bangunan tua yang terpencar dan berserakan di berbagai lokasi, ada juga yang terkumpul di sekian lokasi sehingga membentuk beberapa kawasan kota tua, dengan latar belakang sosialnya masing-masing.

Peninggalan sejarah dan kentalnya kebudayaan Jawa di kota Solo ini masih tampak jelas di setiap pojokan kota. Gapura khas keraton dengan lambang Keraton Surakarta “Radya Laksana” terdapat di beberapa lokasi, terutama di wilayah yang berdekatan dengan Keraton Surakarta. Radya Laksana sebagai lambang atau simbol Karaton Surakarta memiliki makna simbolis dan makna filosofis dalam kehidupan Karaton khususnya dan kehidupan masyarakat pada umumnya.

Radya Laksana dapat diartikan Jalan Negara dalam arti konsep-konsep untuk menjalankan negara yaitu Karaton Surakarta Hadiningrat. Selain secara harafiah, Radya Laksana memiliki makna sebagai ajaran dan patokan bagi siapapun yang memiliki watak Jiwa Ratu, Jiwa Santana, Jiwa Abdidalem, dan Kawuladalem yang berklebat ke Karaton yang berdasarkan pada Jiwa Budaya Jawa. Radya adalah negara. Yang disebut negara adalah bersatunya Ratu, putra Santana, Abdi dalem, kawula bangunan karaton, pemerintahan, daerah dan Pepundhen (segala sesuatu yang dihormati). Adapun Laksana berarti tindakan. Tindakan yang didasarkan pada Lahir dan Batin. Tindakan dalam bentuk batiniah harus dapat tercermin dalam wujud tindakan lahiriah.

Museum tentang sejarah dan peninggalan purbakala khas Kasunanan Surakarta juga terdapat di areal komplek keraton, salah satunya yang terkenal dan masih sering digunakan pada upacara adat Grebekan 1 Syawal kalender Islam adalah Kereta Kencana. Keunikan dari keraton ini adalah di kawasan Solo utara, yang ditata oleh pihak Mangkunagaran, dapat ditemui beberapa jejak arsitektur dengan sentuhan Eropa. Hal ini tampak dengan adanya patung-patung berornamen eropa. Ini merupakan salah satu bukti kejayaan Keraton dengan adanya hubungan diplomatik antara pihak keraton dengan pemerintah eropa pada masa dahulu.

Solo identik dengan batik sebagai pakaian khas kebesaran dan kebanggaan masyarakatnya. Batik tulis solo yang berkualitas halus di ekspor hingga ke mancanegara dan menjadi lambang khas Indonesia. Pedagang batik Jawa pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 banyak mendirikan usaha dan tempat tinggal di kawasan Laweyan (sekarang mencakup Kampung Laweyan, Tegalsari, Tegalayu, Tegalrejo, Sondakan, Batikan, dan Jongke). Tak jauh dari lokasi keraton, terdapat pasar tradisional Klewer. Pasar Klewer merupakan salah satu pasar batik terbesar di Indonesia. Di pasar ini kita dapat membeli aneka kerajinan dan oleh-oleh khas kota Surakarta dengan harga yang terjangkau dan dapat di tawar.

Bahasa daerah yang digunakan di Surakarta adalah bahasa jawa dialek Surakarta. Dialek ini berbeda sedikit dengan dialek-dialek Jawa yang digunakan di kota-kota lain seperti di Semarang maupun Surabaya. Perbedaannya berupa kosakata yang digunakan, ngoko (kasar), karma (halus), dan intonasinya. Bahasa Jawa dari Surakarta digunakan sebagai standar bahasa Jawa nasional (dan internasional, seperti di Suriname).

Beberapa makanan khas Surakarta antara lain adalah Nasi liwet, Nasi timlo, Nasi gudeg (yang lebih dikenal berasal dari Yogyakarta), Serabi Notosuman, Intip, Bakpia Balong, dan Jenang dodol khas Solo. Galabo adalah lokasi yang tepat untuk mencicipi makanan khas kota Solo dengan 75 aneka rasa makanan. Galabo ini adalah salah satu program pemerintah daerah Surakarta untuk menarik minat wisatawan pecinta kuliner. Galabo terletak tidak jauh dari lokasi Keraton dan dibuka khusus hanya untuk malam hari. Berbagai hidangan khas jawa dan Indonesia tersedia di sini dengan harga yang relative murah dan citarasa yang nikmat.

Untuk Anda pecinta seni dan budaya, pagelaran wayang Orang dapat disaksikan di taman hiburan Sriwedari pada malam harinya. Letaknya tidak jauh dari Keraton Surakarta dan dapat menggunakan becak untuk menuju ke lokasi tersebut. Wayang dimainkan oleh orang dengan nyayian dan tarian serta dialog yang lucu diiringi dengan gamelan. Cerita Wayang Orang diambil dari episode Kitab Mahabharata dan Ramayana. Saat pulang seusai pertunjukan anda dapat menikmati perjalanan santai menuju hotel dengan menggunakan andong dokar (delman).

Bagi Anda pecinta sejarah, Museum Sangiran dapat menjadi agenda wisata berikutnya untuk dikunjungi. Museum ini dapat ditempuh dari Solo kurang lebih selama 1 jam dengan menggunakan mobil atau bus. Museum ini memiliki koleksi sejumlah fosil yang ditemukan pada lapisan batu gamping di seputar wilayah Sangiran. Yang menarik dari museum ini adalah ditemukannya fosil dari manusia purba Solo (Homo Soloensis) yang hidup 600.000-150.000 tahun yang lalu. Fosil ini merupakan fosil manusia purba tertua di Indonesia. Selain fosil manusia purba, museum tersebut juga memamerkan koleksi fosil gigi, tanduk, tulang dan gading atau taring. Untuk menambah pengetahuan tentang manusia purba, museum mengajak pengunjung untuk menyaksikan film tentang sejarah asal muasal manusia di Sangiran Theatre.

Dari Sangiran perjalanan dilanjutkan menuju Candi Sukuh yang terletak di kaki gunung Lawu di Karanganyar. Perjalanan dapat ditempuh kurang lebih selama 2 jam. Candi ini sangat khas karena reliefnya sedikit erotis dan tidak sama dengan relief pada candi umumnya di Jawa. Relief pada candi tersebut menceritakan tentang kebaikan dan keburukan di dunia.

Bagi penggemar trekking, anda dapat berjalan mengambil rute dari Candi Sukuh menuju Air Terjun Grojogan Sewu. Air Terjun Grojogan Sewu cukup terkenal dan memiliki pemandangan yang menakjubkan. Trekking melewati perkampungan lokal dengan pemandangan yang indah dan keramahan penduduknya menjadikan liburan lebih menarik. Berpetualang ke Tawang Mangu dapat ditempuh dalam waktu satu jam dari kota Solo dengan menggunakan mobil atau transportasi umum. Angkutan umum ini memiliki harga yang relative murah tidak lebih dari 20 ribu rupiah. Di Tawang Mangu banyak tersedia villa yang disewakan untuk berlibur, dan Anda dapat beristirahat dengan tenang di tengah semilir sejuk udara Tawang Mangu. Selamat berlibur!

Kamis, 28 Januari 2010

Just a little note

One day.. when I wake up in early morning..
I see no sun coming
no lighting... no smiling...
I see the sky is so blue... and the birds don't wanna sing, too...
what's going on? why every cheerfulness has gone?
I know the answer! I should not blame from surrounder! No matter what happened
I must create the happiness, from my self! Just struggling to wake up and run to reach my dream, our dream.... honey...! come on You can! WE can!

Sabtu, 23 Januari 2010

Jebakan Era Industri

Dalam pandangan akuntansi, sumber daya manusia atau karyawan adalah komponen biaya, sementara mesin dikategorikan sebagai aset. Coba kita pikirkan lebih mendalam, manusia dimasukkan dalam perhitungan rugi-laba sebagai pengeluaran, sedangkan mesin dimasukkan dalam pembukuan sebagai investasi.
Inilah yang menjadi sumber masalah kenapa banyak orang yang merasa tidak puas dalam pekerjaan mereka, dan menjadi alasan kenapa banyak organisasi yang tidak mampu menarik dan memanfaatkan bakat, kecerdikan dan kreatifitas mereka dan tidak pernah menjadi organisasi yang hebat dan bertahan lama.
Yang harus kita sadari, manusia bukanlah benda yang perlu dikendalikan seperti mesin. Manusia memiliki tubuh, pikiran, hati dan jiwa – di dalam tubuh memerlukan perlakuan pemenuhan kebutuhan fisikal seperti makan, minum, tidur, olahraga; di dalam pikiran yang sehat akan membentuk kerangka berpikir yang baik dalam menyelesaikan setiap persoalan; di dalam diri manusia adalah hati yang jika bersih dan bening akan memancarkan cinta dan kasih sejati, untuk saling menyayangi; dan di dalam diri manusia juga ada jiwa atau ruh yang merindukan sesuatu yang bersifat spiritual.

Template is modificated by Trisnadi from ": kendhin x-template.blogspot.com